SAHABAT SEJATI
Indi dan Dona sudah bersahabat sejak satu tahun yang lalu. Mereka berdua adalah sepasang sahabat yang sangat kompak, walaupun Indi adalah seorang gadis buta. Dona sangat menghargai dan menyayangi Indi, begitu pula Indi, walaupun dia belum pernah melihat wajah Dona, dia tetap menyayanginya.
Di suatu pagi, mereka berdua sedang asyik ngobrol. Tiba-tiba Indi berkata sesuatu yang membuat Dona berhenti bicara.
“Andai aku bisa melihat.”
Mendengar kalimat itu, hati Dona tersentuh. Rasanya ingin sekali ia mendonorkan kornea matanya untuk Indi, tapi tidak mungkin. Sejak saat itu, Dona berusaha mencarikan donor kornea untuk sahabatnya.
Di tengah usahanya untuk mencarikan donor kornea untuk Indi, tiba-tiba Dona merasakan sakit yang luar biasa di bagian kepalanya. Segera saja ia dibawa ke Rumah Sakit terdekat. Setelah diperiksa dan dilakukan beberapa tes, ternyata Dona mengidap penyakit yang parah. Berdasarkan kejadian-kejadian sebelumnya, pasien yang mengidap penyakit tersebut umurnya tidak panjang lagi. Namun itu semua bukan pendapat dokter, melainkan berdasarkan pengalaman Dona yang pernah mempunyai teman yang mengidap penyakit sama dengannya. Akan tetapi Dona tetap mempercayai itu semua.
Di lain tempat, Indi tidak tahu jika Dona sedang terbaring lemah di Rumah Sakit. Indi hanya tahu bahwa Dona sedang berlibur ke luar negeri bersama keluarganya, karena Dona memang berkata begitu kepada Indi. Dona menghubungi Indi lewat telepon, dan itu semua bohong. Namun, Dona melakukannya bukan tanpa alasan. Ia tidak mau Indi merasa sedih, dan yang terpenting, Dona ingin mendonorkan kornea matanya untuk Indi, tanpa Indi mengetahui hal tersebut. Dona merasa, bahwa umurnya sudah tidak panjang lagi, maka ia memutuskan untuk membantu sahabatnya tersebut.
Dua hari kemudian, Indi dihubungi oleh seorang dokter bahwa ia sudah mendapatkan donor kornea. Dan esok hari operasi akan dilaksanakan. Indipun segera menghubungi Dona untuk memberi kabar gembira tersebut. Dona pun merasa sangat bahagia mendengar sahabatnya sesenang itu.
Saat operasipun tiba. Dengan jantung yang berdebar-debar, Indi memasuki ruang operasi. Setelah beberapa jam, operasipun selesai. Tak lama kemudian, Indi bisa melihat. Saat ia bertanya kepada dokter siapakah orang yang rela mendonorkan kornea matanya untuk Indi, dokter menjawab bahwa orang itu tidak mau untuk disebutkan namanya. Indipun merasa sangat berhutang budi dengan orang itu, apalagi ia tidak bisa membalas kebaikannya.
Pada suatu pagi, telepon Indi berbunyi. Dengan segera ia mengangkatnya. Dan ternyata, sesuatu yang buruk terjadi. Ada seseorang yang memberi kabar bahwa Dona, sahabat Indi, meninggal dunia. Indi tidak percaya dengan semua itu. Tanpa berpikir panjang, Indi bergegas menuju rumah Dona. Ternyata benar, rumah Dona sudah ramai oleh para pelayat. Indi seperti tetap belum percaya dengan kematian Dona.
Salah seorang teman bercerita kepada Indi, tentang apa yang terjadi sebenarnya. Termasuk pendonor kornea untuk Indi. Dengan mendengar semua itu, sontak Indi menangis dan menghampiri jenazah Dona. Indi menyesal kenapa ia tidak mengetahui dari dulu, setidaknya ia bisa mengucapkan terima kasih dan bisa melihat wajah sahabatnya yang sangat baik. Ia juga bisa menikmati masa-masa terakhir mereka.